Mengenal dan mempelajari nama-nama dan sifat-sifat Allah adalah suatu
ilmu yang sangat agung, penuh dengan kebaikan dan keutamaan, dan
beraneka ragam buah dan manfaatnya. Keutamaan dan keagungan mendalami ilmu Al-Asmâ` Al-Husnâ akan lebih jelas dengan memperhatikan beberapa keterangan berikut ini:
Mengenal dan mempelajari nama-nama
dan sifat-sifat Allah adalah suatu ilmu yang sangat agung, penuh dengan
kebaikan dan keutamaan, dan beraneka ragam buah dan manfaatnya. Keutamaan dan keagungan mendalami ilmu Al-Asmâ` Al-Husnâ akan lebih jelas dengan memperhatikan beberapa keterangan berikut ini:
Satu : Mempelajari ilmu tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah
adalah ilmu yang paling mulia dan paling utama, yang paling tinggi
kedudukannya dan paling agung derajatnya. Tentunya hal ini sangat
dimaklumi. Karena kemulian suatu ilmu pengetahuan tergantung pada jenis
pengetahuan yang dipelajari dalam ilmu itu. Sedangkan telah dimaklumi
pula bahwa tiada yang lebih mulia dan lebih utama dari pengetahuan
tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah yang terkandung dalam Al-Qur`ân
yang mulia dan Sunnah Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam.
Berkata Abu Bakr Ibnu Al-‘Araby rahimahullâh, “Kemuliaan subuah ilmu
tergantung apa yang diilmui padanya. Sedang (mengenal Allah) Al-Bârî
adalah semulia-mulia pengetahuan. Maka mengilmui tentang nama-nama-Nya
adalah ilmu yang paling mulia. ” [1]
Maka mempelajari dan mendalami makna Al-Asmâ` Al-Husnâ adalah amalan yang paling utama dan mulia.
Dua : Mengenal Allah dan memahami nama-nama dan sifat-sifat-Nya akan
manambah kecintaan hamba kepada Rabbnya, akan membuatnya semakin
mengagungkan dan membesarkan-Nya, lebih mengikhlaskan segala harapan dan
tawakkal hanya untuk-Nya dan membuat rasa takutnya kapada Allah semakin
mendalam. Dan kapan pengetahuan dan pemahaman seorang hamba terhadap
nama-nama dan sifat-sifat Rabbnya semakin kuat dan mendalam, maka akan
semakin kuat pula tingkat penghambaannya kepada Allah, dan akan semakin
tulus sikapnya berserah diri kepada syari’at Allah, serta dia akan
semakin tunduk kepada perintah Allah dan semakin jauh meninggalkan
larangan-Nya. Tiga : Mengenal Allah dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya
adalah dasar keimanan dan dengan itu pula iman akan semakin bertambah.
Berkata Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Si’dy rahimahullâh,
“Sesungguhnya beriman terhadap Al-Asmâ` Al-Husnâ dan mengenalnya
mencakup tiga jenis tauhid; tauhid Rubûbiyah, tauhid Ulûhiyah dan tauhid
Al-Asmâ` wa Ash-Shifât. Dan tiga jenis tauhid ini adalah perputaran
iman dan ruhnya, pokok dan puncaknya. Maka setiap kali pengetahuan hamba
terhadap nama-nama dan sifat-sifat Allah semakin bertambah, maka akan
bertambah pula keimanannya dan akan semakin kuat keyakinannya. ” [2]
Demikian pula sebaliknya, siapa yang kurang pengetahuannya terhadap
nama-nama dan sifat-sifat Allah, maka kurang pula keimanannya.
Dan siapa yang mengenal Allah, maka ia akan mengenal segala yang
selain Allah. Dan siapa kebalikan dari itu, maka perhatikanlah
firman-Nya,
“Dan janganlah kalian seperti orang-orang yang lupa kepada Allah,
lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka
itulah orang-orang yang fasik. ” [Al-Hasyr :19]
Cermatilah ayat di atas, tatkala ia lupa terhadap Allah, maka Allah
membuatnya lupa kepada dirinya sendiri, lupa terhadap apa-apa yang
merupakan kebaikannya dan lupa akan sebab-sebab keberuntungannya di
dunia dan akhirat.
Empat : Sesungguhnya Allah Subhânahu wa Ta’âlâ yang mengadakan
makhluk yang sebelumnya mereka tidaklah pernah terwujud dan tidak pernah
tersebut. Dan Allah ‘Azza wa Jalla memudahkan untuk mereka apa yang di
langit dan di bumi, dan memberikan kepada mereka berbagai nikmat yang
tidak mungkin bisa dijumlah dan dihitung. Seluruh hal tersebut agar
mereka mengenal Allah dan menyembah-Nya. Allah Jalla Sya`nuhu berfirman,
“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi.
Perintah Allah berlaku padanya, agar kalian mengetahui bahwasanya Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya
benar-benar meliputi segala sesuatu. ” [Ath-Tholâq :12]
Dan Allah Tabâraka wa Ta’âlâ berfirman,
“Katakanlah: “Sesungguhnya patutkah kalian kafir kepada Yang
menciptakan bumi dalam dua hari dan kalian adakan sekutu-sekutu
bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah Rabb semesta alam. ” Dan Dia
menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia
memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan
(penghuni) nya dalam empat hari. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi
orang-orang yang bertanya. Kemudian Dia menuju langit dan langit itu
masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi:
“Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau
terpaksa. ” Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”. ”
[Fushshilat :9-11]
Dan Allah ‘Azza Dzikruhu menyatakan,
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku
tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah
Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh. ”
[Adz-Dzâriyât :56-57]
Maka usaha seorang hamba mengenal dan mempelajari nama-nama dan
sifat-sifat Allah adalah sesuai dengan maksud penciptaannya. Dan
meninggalkan hal tersebut dan menelantarkannya tergolong melalaikan
maksud penciptaannya. Dan sangatlah tidak layak seorang makhluk yang
lemah telah mendapatkan berbagai macan keutamaan dan telah merasakan
beraneka ragam karunia dan nikmat Allah kemudian ia jahil terhadap
Rabbnya dan berpaling dari mengenal kebesaran, nama-nama dan
sifat-sifat-Nya.
Lima : Sesungguhnya Allah Subhânahu wa Ta’âlâ mencintai nama-nama dan
sifat-sifat-Nya dan Allah mencintai nampaknya pengaruh nama-nama dan
sifat-sifat-Nya pada makhluk. Dan hal ini tentunya bagian dari
kesempurnaan Allah dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
Diantara nama-nama Allah ‘Azza wa Jalla adalah Ar-Rahmân dan Ar-Rahim
[3] yang Maha merahmati makhluk dengan berbagai nikmat. –Sebagai
contoh- perhatikan surah Ar-Rahmân yang dari awal surah hingga akhirnya
menunjukkan rahmat Allah yang maha luas. Di awal surah, Allah Subhânahu
wa Ta’âlâ berfirman,
.
“(Allah) Yang Maha Merahmati, Yang telah mengajarkan AlQur`ân. Dia
menciptakan manusia, Mengajarnya pandai berbicara. Matahari dan bulan
(beredar) menurut perhitungan. Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan
kedua-duanya tunduk kepada-Nya. Dan Allah telah meninggikan langit dan
Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kalian jangan melampaui batas
tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan
janganlah kalian mengurangi neraca itu. Dan Allah telah meratakan bumi
untuk makhluk-(Nya). di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang
mempunyai kelopak mayang. Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga
yang harum baunya. Maka nikmat Rabb kalian yang manakah yang kalian
dustakan?”…[Ar-Rahmân : 1-13]
Dan Allah berfirman,
“Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah
menghidupkan bumi yang sudah mati. Sesungguhnya (Rabb yang berkuasa
seperti) demikian benar-benar (berkuasa) menghidupkan orang-orang yang
telah mati. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. ” [Ar-Rûm :50]
Dan karena rahmat Allah, Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang
mepunyai sifat merahmati makhluk lainnya sebagaimana yang ditunjukkan
dalam nash-nash dalil yang sangat banyak.
Dan Allah Subhânahu wa Ta’âlâ adalah Al-Alîm (Yang Maha mengetahui)
dan Allah mencintai orang-orang yang berilmu sebagaimana yang nash-nash
dalil yang sangat banyak.
Dan Allah adalah At-Tawwâb (Maha Menerima taubat) dan Allah mencintai
orang-orang yang bertaubat, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. ” [Al-Baqarah
:222]
Dan demikan seterusnya. Berkata Ibnul Qayyim rahimahullâh,
“Demikianlah keadaan nama-nama Allah yang maha husnâ. Makhluk yang
paling Dia cintai adalah siapa yang bersifat dengan konsekwensi dari
(Al-Asmâ` Al-Husnâ itu). Dan (makhluk) yang paling Dia benci adalah
siapa yang bersifat dengan kebalikan dari (Al-Asmâ` Al-Husnâ itu).
Karena itu (Allah) membenci orang yang kafir, zholim, jahil, keras
hatinya, bakhil, penakut, hina, dan bejat. Sedang (Allah) Subhânahu
adalah Jamîl (Maha indah, elok) cinta kepada keindahan, Alîm cinta
terhadap ulama, Rahîm cinta kepada orang yang merahmati, Muhsin (Maha
Memberi kebaikan) cinta kepada orang yang berbuat kebaikan, Syakûr (Maha
Pembalas Jasa) cinta kepada orang yang bersyukur, Shabûr (Yang Maha
Sabar)[4] cinta kepada orang yang bersabar, Jawwâd (Maha Dermawan) [5]
cinta kepada orang-orang yang dermawan dan berbuat kebajikan, Sattâr
[6]cinta kepada As-Sitr, Qodîr mencela kelemahan -”dan mukmin yang kuat
lebih Dia cintai dari mukmin yang lemah”-[7], Afuw (Maha Pemaaf) cinta
kepada sifat pemaaf, dan Witr (Yang Maha Satu) cinta kepada yang
witir[8]. Setiap yang dicintai oleh Allah maka itu dari pengaruh
nama-nama dan sifat-sifat-Nya dan konsekwensinya. Dan setiap yang Dia
benci maka itu dari apa yang bertentangan dan berlawanan dengannya. ”
[9]
Enam : Orang yang benar-benar mengenal Allah ‘Azza wa Jalla akan
berdalil dengan sifat-sifat dan perbuatan Allah terhadap apa yang Dia
perbuat dan apa yang Dia syari’atkan. Karena seluruh perbuatan Allah
adalah keadilan, keutamaan, dan hikmah, yang telah menjadi konsekwensi
dari nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Maka tidak suatu apapun yang Dia
syari’atkan kecuali sesuai dengan konsekwensi tersebut. Sehingga segala
yang Allah beritakan adalah suatu yang hak dan benar dan segara perintah
dan larangannya adalah keadilan dan hikmat.
Misalnya seorang hamba memperhatikan Al-Qur`ân dan apa yang Allah
beritakan kepada makhluk melalui lisan para rasul tentang nama-nama,
sifat-sifat dan perbuatan-Nya, dan tentang harus mensucikan dan
membesarkan Allah dari segala yang tidak layak. Juga ia memperhatikan
bagaimana perbuatan Allah terhadap para wali yang memurnikan ibadah
hanya kepada-Nya dan kenikmatan yang mereka peroleh karena itu ataupun
ia memperhatikan bagaimana keadaan orang-orang yang menetang-Nya dan
kebinasan akibat perbuatan mereka. Dengan hal ini, orang-orang yang
memahami nama-nama dan sifat-sifat-Nya akan berdalilkan bahwa Allah
adalah satu-satu-Nya Ilah yang berhak diibadahi, “Yang Maha mampu atas
segala sesuatu”, “Yang Maha Mengetahui segala sesuatu”, “Yang Keras
siksaannya”, “Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”, “Yang Maha Berkuasa
lagi Maha Bijaksana”, “Yang Maha melakukan apa yang Dia kehendaki” dan
seterusnya dari apa yang menujukkan rahmat, keadilan, keutamaan, dan
hikmah Allah Jalla wa ‘Alâ. Apabila seorang hamba memperhatikan hal di
atas, maka tidaklah diragukan bahwa hal tersebut akan menambah
keyakinannya, memperkuat imannya, mempersempurna tawakkalnya, dan
semakin menambah penyerahan dirinya kepada Allah. Tujuh : Mengenal Allah
dan mempelajari nama-nama dan sifat-sifat-Nya adalah perniagaan yang
sangat menguntungkan. Dan dari keuntungannya adalah membuat jiwa tenang,
hati menjadi tentram, dada menjadi lapang dan bersinar, keindahan sorga
Firdaus pada hari kiamat, melihat kepada wajah Allah Yang Maha Agung
lagi Maha Mulia, meraih keridhaan Allah, dan selamat dari kemurkahan dan
siksaan-Nya. Dan insya Allah akan lebih nampak lagi
keuntungan-keuntungan tersebut pada uraian Al-Asmâ` Al-Husnâ yang akan
diterangkan dalam rubrik ini secara bersambung.
Delapan : Berilmu tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah adalah
penjaga dari ketergelinciran, pembuka pintu amalan sholih, pemacu untuk
menyonsong segala ketaatan, penghardik dari dosa dan maksiat, pembersih
jiwa dari sikap-sikap tercela, penghibur di masa musibah dan petaka,
pengawal menghadapi gangguan syaithan, penyeru kepada akhlak mulia dan
fadhilah, dan lain sebagainya dari buah dan manfaat ilmu Al-Asmâ`
Al-Husnâ.
Sembilan : Mempelajari nama-nama dan sifat-sifat Allah adalah dasar
pokok untuk mengetahui segala ilmu pengetahuan selainnya. Karena yang
dipelajari -selain dari ilmu tentang Allah Tabâraka wa Ta’âlâ- terbagi
dua :
Satu : Makhluk-makhluk yang diadakan dan diciptakan oleh Allah Ta’âlâ.
Dua : Perintah-perintah yang Allah memerintah makhluk dengannya, baik itu perintah kauny maupun perintah syari’iy.
Sedangkan Allah Subhânahu wa Ta’âlâ telah berfirman,
“Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. ” [Al-A’râf :54]
Dan telah dimaklumi bahwa segala ciptaan dan perintah Allah adalah
baik dibangun di atas kemaslahatan, rahmat dan kasih sayang untuk
segenap makhluk. Dan seluruh hal tersebut adalah pengaruh dari kandungan
Al-Asmâ` Al-Husnâ. Karena itu, para ulama mengatakan bahwa penciptaan
dan perintah adalah bersumber dari Al-Asmâ` Al-Husnâ Allah Jalla
Jalâluhu. Sebagaimana segala yang ada -selain Allah- karena diadakan
oleh Allah dan keberadaan selain-Nya adalah ikut kepada beradaan-Nya,
dan makhlluk yang dicipta ikut kepada Yang Menciptakannya, maka demikian
pula ilmu tentang Allah adalah sumber segala ilmu yang lainnya. Maka
berilmu tentang Al-Asmâ` Al-Husnâ adalah sumber ilmu pengetahuan
selainnya. Demikian makna keterangan Ibnul Qayyim dalam kitabnya
Badâ`i’ul Fawâ`id 1/163
Sepuluh : Rasulullah shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam bersabda,
إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً إِلَّا وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama, seratus kecuali satu. Siapa yang menghitungnya maka ia akan masuk sorga. “
Insya Allah akan datang pembahasan berkaitan dengan makna menghitung
Al-Asmâ` Al-Husnâ bahwa maknanya bukan hanya sekedar menjumlah dan
menghafalkannya, bahkan juga mengetahui makna dan kandungannya. Sehingga
tiada jalan bagi siapa yang ingin meraih keutamaan yang tersurat dalam
hadits di atas kecuali dengan mempelajari Al-Asmâ` Al-Husnâ sesuai
dengan jalan yang benar dan pemahaman lurus.
Sebelas : Ayat-ayat yang menyebutkan nama-nama dan sifat-sifat Allah
adalah yang paling agung kedudukannya dalam Al-Qur`ân al-Karîm melebihi
yang lainnya[10]. Karena itu, ayat yang paling agung adalah ayat
Al-Kursi -yang mengandung sejumlah sifat dan beberapa nama Allah-,
sebagaimana yang diterangkan dalam hadits Ubay bin Ka’ab radhiyallâhu
‘anhu, dimana Rasulullah shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam
bertanya kepada beliau,
يَا أَبَا الْمُنْذِرِ أَتَدْرِي أَيُّ آيَةٍ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ
مَعَكَ أَعْظَمُ قَالَ قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ يَا
أَبَا الْمُنْذِرِ أَتَدْرِي أَيُّ آيَةٍ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ مَعَكَ
أَعْظَمُ قَالَ قُلْتُ { اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ
الْقَيُّومُ } قَالَ فَضَرَبَ فِي صَدْرِي وَقَالَ وَاللَّهِ لِيَهْنِكَ
الْعِلْمُ أَبَا الْمُنْذِرِ
(”Wahai Abul Mundzir (Ubay), ayat apa yang paling agung dari kitab
Allah yang kamu hafal?” Saya (Ubay) menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang
lebih mengetahui. ” Beliau (kembali) bertanya, “Wahai Abul Mundzir, ayat
apa yang paling agung dari kitab Allah yang kamu hafal?” Saya menjawab,
“Allahu Laa Ilaaha Illaa Huwal Hayyul Qayyum [ayat Al-Kursi]. ” Maka
Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam memukul dadaku seraya
berkata, “Demi Allah, ilmu akan membahagiakanmu wahai Abul Mundzir. “)
[11]
Dan demikian pula keberadaan dan keutamaan surah Al-Fatihah yang
telah dikenal dan dimaklumi. Diantara Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ
âlihi wa sallam mensifatkan surah Al-Fatihah dalam sabdanya,
هِيَ أَعْظَمُ السُّوَرِ فِي الْقُرْآنِ
“(Al-Fâtihah) adalah seagung-agung surah dalam Al-Qur`ân. ” [12]
Dan juga keutamaan surah Al-Ikhlash yang mengandung penyebutan
nama-nama dan sifat-sifat Allah. Salah satu keutamaannya, adalah tertera
dalam sabda Rasulullah shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam,
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّهَا لَتَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ
“Demi Yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya (surah
Al-Ikhlash) senilai sepertiga Al-Qur`ân. ” [13] Keterangan di atas
menunjukkan keagungan dan kemuliaan mempelajari nama-nama dan
sifat-sifat Allah ‘Azza wa Jalla.
Demikian beberapa hal yang menunjukkan pentingnya mempelajari
Al-Asmâ` Al-Husnâ dan betapa butuhnya seorang hamba untuk mendalaminya.
Dan perlu kami ingatkan, bahwa pembahasan Al-Asmâ` Al-Husnâ adalah
pembahasan yang bersumber dari Al-Qur`ân dan As-Sunnah, bukan bersumber
dari akal, perasaan, eksperimen, inspirasi, maupun adat istiadat. Ini
adalah kaidah dasar yang harus kami ingatkan dalam tulisan ini,
mengingat banyak dari kalangan kaum muslimin yang tertipu dengan
kepandaian sebagian orang yang hanya berlari di belakangan dunia atau
terkungkung oleh hawa nafsu dan was-was syaithan dengan membawakan
kandugan dan manfaat Al-Asmâ` Al-Husnâ yang tidak pernah ditunjukkan
oleh tuntunan Al-Qur`ân dan As-Sunnah.
Semoga Allah memudahkan untuk kita semua segala sebab kebaikan dan
menjauhkan kita semua dari segala kejelekan. Wallahu Ta’âlâ A’lam.
[1] Baca Ahkâm Al-Qur`ân 2/793 –dengan perantara kitab Asmâ`ullahi wa Shifâtuhu karya Al-Asyqar hal 23
[2] At-Taudhîh wa Al-Bayân li Syajarah Al-Imân hal. 41
[3] Ar-Rahmân dan Ar-Rahîm keduanya berasal kata “rahmat”. Dan ada
rincian makna kata rahmat pada nama Ar-Rahmân dan kata rahmat pada nama
Ar-Rahîm. Insya Allah akan datang penjelasan tentang makna dan kandungan
kedua nama itu.
[4] Ada perbincangan seputar keabasahan penamaan ini. Insya Allah akan datang pembahasannya.
[5] Ada perbincangan seputar keabasahan penamaan ini. Insya Allah akan datang pembahasannya.
[6] Ada perbincangan seputar keabasahan penamaan ini. Insya Allah akan datang pembahasannya.
[7] Petikan dari hadits Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Muslim.
[8] Yang witir mempunyai banyak kandungan maknanya. Insya Allah akan diuraikan dalam pembahasan nama Al-Witr.
[9] ‘Idah Ash-Shôbirîn hal 241 dan baca juga Madârij As-Sâlikîn 1/420 dan Miftâh Dâr As-Sa’âdah 1/3.
[10] Baca keterangan Ibnu Taimiyah dalam Da`ut Ta’ârudh bain Al-‘Aql wa An-Naql 5/310-313
[11] Dikeluarkan oleh Imam Muslim no. 810 dan Abu Dâud no. 1460.
[12] Dikeluarkan oleh Imam Al-Bukhâry , Abu Dâud no. 1458, An-Nasâ`i
2/193, dan Ibnu Mâjah no. 3785 dari Abu Sa’îd Al-Mu’allâ radhiyallâhu
‘anhu.
[13] Dikeluarkan oleh Al-Bukhâry, Abu Dâud no. 1461 dan An-Nasâ`i
2/171 dari Abu Sa’îd Al-Khudry radhiyallâhu ‘anhu. Dan dikeluarkan pula
oleh Muslim no. 812, At-Tirmidzy no. 2899 dan Ibnu Mâjah no. 3738 dari
Abu Hairah radhiyallâhu ‘anhu dan Muslim no. 811dari Abu Dardâ`
radhiyallâhu ‘anhu
an-nashihah. com/index. php?mod=article&cat=asmaulhusna&article=86
sumber: www. darussalaf. or. id, penulis: Al-Ustadz Dzulqarnain Bin Muhammad Sanusi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar