Keajaiban Sedekah | Sifat Allah | Sahabat Nabi | Ceramah Agama | Tayangan Keajaiban | Amazing!Herbal Halal & Ampuh Obati Penyakit
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Senin, 26 Juli 2010

Jika Anda Sedekah, Inilah Manfaatnya Buat Anda

SERING kita beranggapan sedekah hanya berguna bagi penerimanya. Jarang disadari jika sedekah banyak membawa manfaat dan faedah bagi pelaku sedekah sendiri secara rohaniah maupun jasmaniah.

Secara rohaniah, sedekah menjadi sarana penyucian dosa, kikir, dan mengangkat derajat menjadi mukmin dan mukhlis. Allah SWT berfirman, “Ambillah sedekah (zakat) dari sebagian harta mereka, dengan sedekah (zakat) itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka,” (Q.S. At Taubah [9]: 103).

Selain sedekah bermanfaat membantu orang lain yang berkekurangan, juga bisa meredam murka Allah dan sarana mencapai khusnul khatimah (akhir hidup terpuji). Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya sedekah bisa meredam murka Allah dan dapat menghindarkan seseorang dari kematian su’ul khatimah,” (H.R. Tirmidzi).

Ada janji besar bagi orang yang suka meringankan beban kesulitan orang lain. Sabda Nabi saw., “Barangsiapa memberi napas (meringankan) seorang mukmin dari kesulitan impitan dunia, Allah akan memberi napas (yang sama) kepadanya kelak dari kesulitan impitan hari kiamat,” (H.R. Muslim).

Adapun manfaat jasmaniah; Pertama, sedekah bisa mengobati penyakit. Rasulullah saw. bersabda, “Obatilah orang sakit di antara kalian dengan sedekah,” (Shahih Al-Jami’). Kedua, harta tidak berkurang, malah bertambah (Q.S. Al Baqarah [2]: 276).

Sedekah tak lain investasi abadi dan tabungan hakiki di akhirat. Hakikat sedekah adalah pinjaman pada Allah SWT yang dijamin terbalas. Firman-Nya, “Siapa memberi pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik (di jalan Allah), Allah akan melipatgandakan pembayarannya dengan kelipatan banyak,” (Q.S. Al Baqarah [2]: 245).

Ketiga, tidak mudah stres. Stres biasanya muncul karena persoalan duniawi. Stres tidak menimpa orang dermawan karena dirinya tidak memiliki sifat sedekah. Ketika memiliki kelebihan, ia selalu berbagi dengan yang lain.

Keempat, dimudahkan dalam segala urusan karena didoakan penerima dan malaikat (H.R. Muttafaq Alaih).

Kelima, memperkukuh cinta, kasih sayang, solidaritas sosial, dan persaudaraan. Sabda Rasul, “Saling maafkan kalian niscaya hilang kedengkian, saling memberi hadiah dan berkasihsayanglah niscaya hilang permusuhan,” (H.R. Imam Malik).

Perilaku dermawan bukti keimanan (H.R. Muslim).

Sedekah yang berasal dari kata ash-shidqu -makna iman-yaitu upaya membenarkan iman dengan amal perbuatan. Maka pantas jika orang yang tidak peduli pada anak yatim dan fakir miskin disebut sebagai mendustakan agama (yukadzibu bid-din) (Q.S. Al Ma’un [107]: 1-3) karena keimanannya tidak dibenarkan perilakunya sendiri.

Mula-mula menjadi mukmin, kemudian Muslim (taat ibadah), dan buahnya muhsin (suka berbuat baik pada sesama). Muhsin, derajat keimanan tertinggi di mana seseorang seolah melihat Allah, dan jika tidak melihat-Nya pun Dia senantiasa mengawasi dirinya dalam setiap waktu dan kesempatan.

Contohnya, bersedekah sembunyi-sembunyi sampai tangan kiri tidak tahu apa yang diberikan tangan kanan. Tidak heran, pelakunya digolongkan salah satu kelompok yang kelak dilindungi Allah di saat tidak ada lindungan lain selain lindungan-Nya (H.R. Muttafaq Alaih).

Secara sosial, sedekah memupuk solidaritas dengan semangat pemberdayaan mengangkat harkat dan martabat kaum lemah, fakir, miskin, yatim (dalam pengertian nasab dan sosial bagi mereka yang tidak punya pekerjaan).

Banyaknya kalangan ekonomi tertinggal yang terbantu, di samping kian mempercepat pemerataan kesejahteraan juga terbukti mampu menekan angka kriminalitas secara signifikan di tengah-tengah masyarakat.

Sebab, sedekah merujuk pentingnya ukhuwah islamiah, di mana setiap individu sadar akan prinsip ta’awuniyyah atau tolong-menolong antarsesama. Yang kuat membantu yang lemah, orang kaya mengangkat orang miskin, penguasa melindungi rakyat, atasan menyayangi bawahan, demikian sebaliknya.

Harmoni kehidupan bermasyarakat akan kukuh jika setiap orang memiliki kesadaran membantu orang lain (dan bukan semangat ingin mendapatkan “apa-apa” dari orang lain). Ingatlah, tangan di atas lebih mulia dari tangan di bawah, (H.R. Muttafaq Alaih).

Apalagi kekayaan yang harus disedekahkan adalah sisa kebutuhan yang sesuai kadar kemampuan (al-’afwu) (Q.S. Al Baqarah [2]: 219).

Namun, bukan berarti sedekah cukup dengan sumbangan uang recehan (sedemikian pelitkah kita membeli kenikmatan surga untuk kita sendiri dengan sejumlah uang recehan?), namun jumlah yang layak diberikan.

Sedekah tidak terbatas bantuan materiil tetapi juga bersifat moril berupa atensi, simpati, tenaga, dan waktu. Yahya bin Muadz mengarahkan, “Jika tidak mampu memberi, jangan menyusahkan. Jika tidak mampu menghibur, jangan membuat orang lain sedih. Jika tidak mampu memuji, jangan menghina orang lain.”

Suatu kali datang pengemis wanita kepada Rasulullah saw. meminta bantuan. Setelah mendengar keluhannya penuh saksama, beliau membantu pengemis itu mencarikan makanan di sepanjang jalan Madinah dan tangannya diapit pengemis tersebut! Akibatnya beliau terlambat salat berjemaah karena membantu pengemis itu.

Subhanallah, betapa agung pekerti luhur Nabi saw. Setiap orang yang datang mengeluh kepada Nabi, bukan keluhannya saja yang didengarkan tetapi juga segera bergerak membantu sekemampuan.

Gamal Mazhi, penulis Fiqhul Harakah fil Mujtama, mencatat empat hikmah yang bisa diteladani dari contoh di atas. Pertama, menenteramkan orang yang ditimpa masalah. Kedua, memerhatikan gejolak jiwa orang yang meminta pertolongan, bukan malah membanding dengan kesulitan yang tengah kita hadapi. Ketiga, memelihara rahasia yang meminta tolong terutama kehormatan dirinya. Keempat, mencarikan jalan keluar baginya.

Tujuan sedekah guna mendekatkan diri kepada Allah, bukan demi gengsi, pujian, dan popularitas (riya’).

Alquran memperingatkan, sedekah karena riya’ dengan menyebut-nyebutnya atau memberi namun menyakiti penerimanya (apalagi tidak memberi dan malah menyakiti, dosanya dua kali lipat), pahalanya ibarat debu di atas batu licin yang ditimpa hujan lebat (Q.S. Al Baqarah [2]: 264). Tidak berbekas apa-apa selain pujian itu sendiri. Nau’udzu billahi min dzalik! (Oleh YUSUF BURHANUDIN- dari sadeanku.wordpress.com)

Baca juga artikel dibawah ini :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar